June 22, 2010

1.Nabi Adam AS dan Perjalanan Ruh Menuju Tuhannya (Al-Ghazali)

1.Nabi Adam AS dan Perjalanan Ruh Menuju Tuhannya
Ketika Allah SWT “menggenggam” (dengan) dua genggaman yang Dia genggam ketika mengusap punggung Adam AS, maka seluruh (manusia) yang Dia kumpulkan pada pengumpulan pertama adalah dari bagian (tubuh Adam) sebelah kanan dan pada pengumpulan yang lain adalah dari bagian (tubuh Adam) sebelah kiri.  Kemudian Allah SWT membentangkan genggaman-Nya, dan Adam AS pun melihat mereka (anak-anak cucunya) berada di”kedua telapak tangan”-Nya, seperti bintik-bintik atom, lalu Dia berfirman, “Mereka akan masuk syurga, dan Aku tidak peduli, sebab mereka mengamalkan amalan ahli syurga. Dan mereka akan masuk neraka, dan Aku tidak peduli, sebab mereka mengamalkan perbuatan penduduk neraka”.


Kemudian Adam AS bertanya, “Wahai Tuhan-ku, apakah amalan penduduk neraka ?” Allah SWT menjawab, “Menyekutukan-Ku, mendustakan utusan-utusan-Ku, mendurhakai kitab-Ku, baik dalam perintah maupun larangan”. Kemudian Adam AS berkata, “Aku bersaksi bagi mereka atas nama jiwa mereka, mudah-mudahan mereka tidak melakukannya”. Lalu Allah SWT meminta kesaksian mereka atas diri mereka, “Bukankah Aku Tuhan kalian ?” serentak mereka menjawab, “Benar, kami bersaksi”. Para Malaikat dan Adam AS menjadi saksi bahwa mereka telah menegaskan rububiyah-Nya dan mereka pun dikembalikan ke tempatnya.

Dalam tahapan ini, mereka semata-mata hidup secara spiritual/jiwani, bukan jasad/jasmani.  Maka, ketika mengembalikan mereka ke tulang rusuk (sulbi) Adama AS, Allah SWT mematikan mereka dan menggenggam ruh-ruh mereka.  Dia menempatkannya disalah satu khazanah Arasy.  Kemudian (ketika) satu titik hina (sperma) jatuh dan menempel pada rahim (ibu) sampai bentuknya sempurna, tetapi saat itu jiwa/ruh dalam keadaan mati di dalam jasad.  Dan karena substansi melekat itulah sehingga ruh bisa mencegah jasad dari pembusukan.  Kemudian ketika Allah SWT meniupkan ruh kedalamnya maka Dia mengembalikan kepadanya rahasia ruh yang sebelumnya telah dicabut dari jasad yang sampai beberapa lama dia berada di khasanah Arasy.  Pada titik inilah janin bergerak (hidup), apakah si ibu mendengar gerakannya atau tidak. Maka inilah (bentuk) kematiannya yang pertama dan kehidupannya yang kedua.

Kemudian Allah SWT menempatkannya di dunia dengan umur dan rejeki yang telah ditentukan, berikut perbuatannya yang telah tertulis telah usai.  Ketika kematiannya telah dekat, dan inipun kematian duniawi, maka ketika itu empat malaikat akan mendatanginya. Masing-masing mencabut ruhnya dari kaki kanan dan kiri, tangan kanan dan kirinya.  Saat itu, mungkin akan tersibak perkara-perkara malakut bagi si mayit, sebelum dia menghempuskan nafasnya yang terakhir.  Kemudian malaikat memperlihatkan hakekat amalnya sesuai dengan kecenderungan alam mereka kepadanya.  Jika lidahnya bisa berbicara, maka ia akan mengucapkan tentang keberadaan mereka, sehingga mungkin dia akan mengulangi sendiri pembicaraan tentang apa yang dia lihat.  Para malaikat tersebut akan mencabut ruh dari ujung-ujung jarinya.  Ruh akan mengalir seperti mengalirnya kotoran dari saluran air. Bagi orang yang fajir, ruhnya akan lepas seperti terlepasnya tangkai-tusuk dari wool basah.  Demikianlah yang diceritakan oleh Rosulullah SAW.

Si mayit mengira perutnya penuh dengan duri, seolah-olah ruhnya keluar dari lubang jarum, dan seolah-olah langit runtuh menimpa bumi, yang dia berada diantara keduanya.  Untuk persoalan inilah Ka’ab RA, pernah ditanya tentang maut.  Maka dia menjawab, “seperti ranting duri yang dimasukkan kedalam perut, kemudian manusia yang kuat mencabutnya. Maka terputuslah apa yang terputus, dan tinggallah apa yang tertinggal”.  Dan Rosulullah SAW pernah bersabda, “Sungguh, satu renggutan dari sakratul maut itu lebih pedih dari tigaratus tebasan pedang”.  Maka ketika seseorang menghadapi sakratul maut, jasadnya akan mengucurkan keringat, kedua matanya membelalak, kuping dan hidungnya mengembang, tulang-tulang rusuknya terangkat, nafasnya memburu dan kulitnya memucat.

Ketika ruh menyatu dalam dadanya, maka lidahnya kelu tak mampu berkata-kata.  Seperti orang yang dihantam dadanya, dia akan terperangah. Setiap orang yang ditusuk akan mengaduh kecuali orang yang ditikam dadanya, maka ia akan roboh mati tanpa mengaduh.  Ketika nyawa telah sampai pada puncak sekarat maka berbagai fitnah akan menghadangnya.  Hal ini disebabkan iblis telah menggerakan tentaranya kepada manusia-khusus- yang tengah sekarat tersebut untuk menyesatkannya.  Maka iblis mendatangi orang tersebut dengan menjelma menjadi orang-orang yang dicintainya yang telah meninggal, sepeti ayah, ibu, saudara serta sahabat-sahabatnya.  Kemudian mereka akan berkata-kata, “Wahai fulan, engkau akan mati, sedangkan kami telah mendahuluimu dalam perkara ini, maka matilah sebagai orang Yahudi karena ini merupakan agama yang diterima disisi-Nya (juga karena Musa AS pernah berbicara langsung dengan Allah SWT).  Jika ia tidak menggubrisnya, maka iblis yang lain akan berkata, “Matilah sebagai orang Nasrani, karena merupakan agamanya Al-Masih (juga karena Al-Masih adalah anak Allah) dan dengan agama tersebut telah menghapus agama Musa”.  Demikianlah secara bergantian mereka akan menyebutkan akidah-akidah dari seluruh agama kepadanya.  Saat itulah Allah SWT akan menyesatkan orang-orang yang Dia kehendaki kesesatannya.  Inilah makna firman Allah SWT :
“Ya Tuhan kami, janganlah sesatkan hati-hati kami sesudah Engkau menunjuki kami, dan karuniakanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi rahmat” (QS.Ali Imran 8)

Jika Allah SWT menghendakinya, rahmat itu akan datang.  Sebagian pendapat mengatakan bahwa rahmat itu adalah Jibril AS.  Dia akan mengusir setan dari jiwanya dan menghapus kedukaan dari wajahnya sehingga si mayit akan tersenyum gembira.  Hal terakhir yang lenyap dari si mayit adalah pendengarannya.  Untuk alasan inilah Rosulullah SAW mengajarkan mengucapkan talqin dan syahadat ditelinga si mayit.

Jika si mayit seolah tersenyum, kedua matanya terbuka, ketahuilah bahwa ia diberi kabar gembira dengan kebahagiaan yang akan ditemuinya di akherat.  Malaikat yang menggenggam ruh orang yang beruntung tersebut akan menyerahkan kepada dua malaikat yang berwajah rupawan yang mengenakan busana indah serta wangi.  Keduanya menyelimuti ruh dengan sutra syurga sesuai dengan kadar agamanya yang telah ia usahakan di dunia.  Kemudian ruh dibawa ke angkasa;sebagian dari mereka ada yang dikenal.  Ruh tersebut melewati umat-umat dan masa-masa terdahulu yang telah lewat.  Kemudian Jibril AS mengetuk pintu langit dan terdengar suara, “Siapa engkau ?” Jibril AS menjawab, “Aku adalah shalshayaa’il, dan ini adalah si fulan bersamaku, dengan membawa nama-namanya yang terindah dan yang paling dia cintai”, kemudian para malaikat penjaga langit-dunia- berkata kepadanya, “Benar. Ia adalah si fulan dan akidahnya benar”.  Demikian berulang sampai pintu langit terakhir dengan pernyataan Jibril AS, sebagai berikut : pintu langit kedua : “Sesungguhnya ia menjaga shalat dan seluruh kewajibannya”.  Pintu langit ketiga : “Sesungguhnya ia menjaga hak-hak Allah dalam hubungannya dengan hartanya, dan ia tidak bergantung sedikitpun kepadanya”.  Pintu langit keempat : “Sesungguhnya ia berpuasa dan membaguskan puasanya serta menjaga untuk tidak melakukan senggama dan dari makanan yang haram”. Pintu langit kelima : “Sesungguhnya ia telah menunaikan ibadah haji tanpa rasa sum’ah dan riya”. Pintu langit keenam : “Sesungguhnya ia banyak beristighfar diwaktu shahur, bersedekah dengan sembunyi-sembunyi dan menanggung anak-anak yatim”.  Sampailah ia di “istana keagungan”, Jibril AS berkata, “Selamat datang untuk hamba yang shaleh dan jiwa yang baik.  Ia banyak beristighfar, mencegah kemunkaran, menyerukan kebajikan dan memuliakan orang-orang miskin”.  Kemudian ia melewati barisan malaikat yang semuanya memberikan berita gembira tentang syurga dan menyalaminya sampai tiba di Sidratul Muntaha.  Kemudian Jibril AS mengetuk pintunya, dan terdengar suara, ”Selamat datang fulan. Sesungguhnya amalnya adalah amal shalih semata-mata mencari ridho Allah”.  Kemudian pintu terbentang untuknya. Secara berturut-turut di melewati lintasan api, menyebrangi lautan cahaya, lautan kegelapan, lautan salju dan lautan kebekuan dimana panjang setiap lautan adalah seribu tahun perjalanan.

Kemudian tabir-tabir yang menutupi Arasy Ar-Rahman terkuak dan tabir-tabir tersebut berupa 80.000 istana besar.  Di setiap istana terdapat 80.000 ruang yang luas, diatap setiap ruang terdapat satu bulan yang selalu bertahlil, bertasbih dan mensucikan Allah SWT.  Seandainya satu bulan tersebut tampak ke langit dunia, sinarnya akan menghancurkan dan meruntuhkan langit dunia tersebut.  Disaat itu terdengar panggilan dari balik istana, “Siapakah jiwa yang engkau bawa ini?”.  Jibril AS menjawab, “Fulan bin fulan”. Kemudian Dzat Yang Maha Gagah berkata, “Dekatkan dia, betapa baik engkau wahai hamba-Ku”.  Ketika ia dihentikan dihadapan-Nya, maka ia dihardik dengan kecaman, sehingga ia mengira dirinya telah celaka, kemudian Allah SWT mengampuninya.

Dari Manshur bin Amar bahwa ia pernah melihat dalam mimpinya, kemudian ia ditanya tentang apa yang diperbuat Allah SWT terhadapnya. “Dia menghentikan aku dihadapan-Nya dan bertanya kepadaku, “Wahai Manshur, dengan apakah engkau datang kepada-Ku?” Aku menjawab, “Dengan tigapuluh enam ibadah haji” Allah SWT menjawab, “Tidak satupun yang Aku terima”.  Allah SWT bertanya lagi, “Dengan apakah engkau datang kepada-Ku?” Aku menjawab, “Dengan tigaratus enampuluh kali khatam Al-quran yang aku baca untuk mendapat rahmat-Mu“ Allah SWT menjawab, “Tidak satupun yang Aku terima”.  Allah SWT bertanya lagi, “Dengan apakah engkau datang kepada-Ku?” Aku menjawab, “Aku datang dengan rahmat-Mu“,  Allah SWT menjawab, “Sekarang engkau telah benar-benar datang kepada-Ku.  Pergilah, sungguh Aku telah mengampunimu”.

(Insya Allah bersambung : "persaksian ruh baik dan ruh jahat")

0 comments:

Post a Comment

 
informasi sudut Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template